Tubuhnya lemas berbaring diatas keramik putih, tangan di atas kepala mata memejam kedalam, tak hiraukan bunyi perut yang sedari tadi menjerit untuk diisi, berbaring dari sana kesini terkesan lelah , dan kecewa seperti itulah yang terlihat saat ini, tak lama dari itu terdengar melodi hp nya berbunyi, pertanda sms yang harus segera dibuka dan dibaca, tapi perasaan enggan lebih besar dari keinginan untuk bergerak mengambil handponenya, kali ini ima mengingat apa yang terjadi pada pukul 19.30 tadi, sambil tangannya memegang perut yang terasa pedih karena lapar yang bergerumuh hebatnya, kembali rasa manjanya menggelantungi, dan pada akhirnya dia menjatuhkan pilihan diam ditempat dari pada membaca pesan yang datang sedari tadi.
Potret kejadian pukul 19.30 tadi masih terngiang jelas di kepala ima, kejadian itu tidak lah manis semanis coklat panas yang baru dibumbui, tangannya mulai menyeka air yang berhasil jatuh dari kedua lensa matanya, bagaimana jika kau sedang berjuang untuk mencapai sesuatu dan mereka yang tidak faham memarahimu?. hatinya sesak, sesak sekali karena sakit itu lebih perih dari perut yang saat ini terasa pedih.
Perjalanan lumayan jauh dari kampusnya UIN ke plaju terus di laluinya demi sebuah ilmu yang sangat ingin dimiliki. 'Penghafal Qur'an' ya siapa yang tidak ingin? Dengan maksud belajar ilmu tahsin dia rela pergi melangkahkan kaki bersama teman-temannya ke sana. Belajar dari setelah sholat ashar sampai pukul 17.30 baru selesai. Segera dia berlari-lari kecil berharap tidak magrib dijalan agar pulang cepat kerumah. Pasalnya memang perjalanan dari plaju kerumahnya lumayan jauh ditambah dia dan teman-temannya naik mobil bus untuk sampai ke rumah sendiri-sendiri.Tapi apa mau dikata? Pil sabarlah yang harus di telannya, karena ternyata macet panjang membuat dia harus pukul 19.30 baru sampai di rumah, pertengahan jalan pulang tadi Ima dan temannya stop dulu untuk berteduh di masjid melaksanakan sholat magrib yang sedari tadi memanggil yaitu suara muadzin.
Tiik..tiik..tiik suara jemari tangan ima terdengar lirih, pukul 17.00 tadi sebelum hp nya benar-benar habis batrai ima langsung mengabari keluarganya, memberikan pesan karena dia akan pulang terlambat dengan alasan masih belajar tahsin di plaju, setelah dikirimnya beberapa menit kemudian layar hp ima langsung hitam pertanda mati karena habis batrai.
"Apakah dengan belajar itu kau mendapatkan berlian? Tidak mengertikah kalau hari sudah malam?" teriak ayahnya ketika ima baru saja sampai dirumah, ima mencoba menjelasan kronologi yang terjadi sesungguhnya pada ayahnya berharap sedikit saja amarah ayahnya bisa padam, tapi percuma saja karena semakin dia menjawab ayahnya semakin menjadi-jadi marahnya, sampai mata ima merah menahan tangis yang siap terjun di pipi, diam seribu bahasa menjadi pilihannya yang terakhir.
Sampai amarah itu selesai ima beranjak ke kamar mandi untuk segera mandi, perlahan air matanya jatuh bukan karena omelan ayahnya tapi karena nada keras yang keluar dari ayahnya memaksa air matanya keluar tak tahan karena keterkejutan dan segakan berkolaborasi menyerbu dirinya. Adzan isya' berkumandang segera ia sholat menunaikan kewajiban, setelah itu ia baringkan badannya diatas keramik putih dikamar, mengingat wajah ayah yang merah padam karena marah dan suara ayah yang keras menyertainya pukul 19.30 tadi.
Kali ini pedih perut dan pedih hati menyertainya, dan terdengar melodi hp sms berbunyi berbeda menjadi melodi telfon, lalu segera diangkatnya
"assalaamu'alaikum ukh? Anty sudah sampai dirumah?" tanya puji salah satu temannya yang ikut belajar tahsin tadi dari suara sebrang sana
"Wa'alaikumussalam iya ukh sudah sampai dari tadi" jawabku lemas
"alhamdulillaah aku resah. Karena anty tidak membalas pesan-pesanku dari tadi. Yasudah kututup ya. Assalaamu'alaikum" tutupnya disebrang sana.
Sampai pukul 22 malam aku masih mengurung diri di dalam kamar, sambil menghibur diri sendiri mengambil beberapa impian yang berserakan dilantai, menyusun kembali puzle yang berceceran dimana-mana, meski sulit dan susah ima terus mencarinya sampai terkumpul lengkap hingga nanti waktu akan berbicara pada Tuhan bahwa waktunya dihabiskan untuk hal yang bermanfaat, untuk meraih impian menjadi penghafal al-qur'an, impian semua anak untuk memberikan mahkota pada kedua orangtuanya di akhirat kelak.
Tok..tokk..tok..
"Ima kamu sudah makan nak?" suara ibu memanggilku dari dalam kamar..
"Belum ma.. Ima akan makan sekarang.." jawab ku dari kamar karena tidak bisa lagi lapar ini di negosiasi.
lma makan dengan lahap, ibu mengahampirimya "ibu lagi tidur tadi tapi ayah membangunkan ibu.. Menyuruh ibu untuk bertanya padamu sudah makan malam belum.. Karena kamu sii dari tadi mengurung diri di kamar.." ucap ibu menemani ima makan malam, sesaat ima diam lalu senyumnya mengembang diam-diam dipandanginya wajah ayah yang sedang menonton televisi di ruang tamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar