Jumat, 09 Desember 2016

"Tadahan Air Hujan"

Ketika kecil aku suka sekali menadah air hujan dengan tangan. Membiarkan jari-jariku basah. Sambil menghirup udaranya. Ini berawal dari seringnya ku lihat kak Flo yang melakukannya. Akhirnya kami sering menadah air hujan bersama.

"Kalau setiap tetes air hujan yang berhasil kita tadah bisa mengabulkan doa, maka doa apa yang akan Ida panjatkan?" tanya kak Flo padaku.

Saat itu aku berumur tujuh tahun. Mendengar pertanyaan itu, aku diam sejenak mencari jawaban. Sambil tersenyum sumringah aku menjawab."Ida akan minta uang yang banyak, untuk beli boneka" sambil membentangkan tangan selebar-lebarnya dan kak Flo hanya tersenyum mendengar  jawaban polosku. Dan kami kembali asik menadah air hujan dari teras rumah.

Kami hanya dua bersaudara. Kak Flo anak pertama dan aku si bungsu. Perbedaan aku dan kak Flo sepuluh tahun. Kak Flo sangat memahamiku, kami tumbuh dengan akrab. Kak Flo kebanggaan ayah dan ibu. Ketika sekolah mendapat juara umum sudah menjadi hal biasa baginya. Saat kuliah kak Flo mendapat beasiswa pintar, sampai dia menyelesaikan S2. Sekarang kak Flo menjadi dosen di Universitas Sriwijaya Palembang, semuanya seolah gampang saja diraihnya. Tak sedikit orang-orang cemburu dengan kesuksesaan yang dia miliki. Tapi ada yang mereka tidak ketehaui tentang kak Flo.

***

Kak Flo mengehela napas panjang, duduk terdiam di dalam kamar, sambil menatap dinginnya lantai. Aku tidak tahu apa yang sedang di pikirkannya. Mungkin menerawang jauh kedepan, atau mungkin mengingat masa lalunya. Entahlah aku tidak bisa menebaknya. Ku hanya mencoba menerka-nerka mungkin hatinya tergores oleh kejadian tadi pagi. Tentang beberapa pertanyaan yang tanpa mereka sadari sudah membuka luka. Dia coba untuk mengabaikan semuanya, tapi tampaknya kali ini luka itu tidak bisa lagi dia acuhkan. Sepertinya dia sedang berpikir apa yang akan dilakukan untuk kedepan nanti. Apakah mengikuti pertanyaan mereka? atau malah pura-pura tidak tahu lagi seperti yang selama ini dilakukannya. Rasanya ingin ku menghampirinya, tapi tidak jadi kulakukan. Biarkanlah dia mengambil keputusan sendiri. Ketika langkah kakiku akan pergi dari depan pintu kamar, suaranya menghentikanku.

“Mereka tidak mengerti semua yang terjadi katanya sambil terisak. Menahan tangis. Sadar akan adanya diriku yang dari tadi memperhatikan. Kakiku berjalan menujunya.

“Iya tidak apa-apa, seiring waktu akan datang masanya kataku sambil memeluk kak Flo untuk menenangkan hatinya.
Teringat lagi malam itu Kak Flo bercerita tentang masa kecilnya. Kenangan gelap yang tidak pernah aku tahu karena aku belum lahir. Dia bercerita tentang teraumanya, melihat keadaan orang tua kami. Emosi mereka sering meledak-ledak. Hanya karena masalah sepeleh yang kadang biasa dilakukan oleh anak kecil. Hampir tiap hari kak Flo harus melihat ibu dan ayah bertengkar, saling memukuli dan mencaci maki. Kejadian itu terus menghantuinya membuat rasa takut untuk menikah.

Ku bayangi betapa perihnya kak Flo dulu, andai bisa aku menggantikan posisinya. Mungkin sekarang dia tidak akan menyimpan luka. Kak Flo selalu memfokuskan diri pada akademiknya. Dia terbiasa mengerjakan tugas sekolah sendiri. Dia takut jika harus di bentak oleh ayah dan ibu. Selalu merasa nyaman didalam kamar dengan hanya berkutat dengan semua buku yang ia pelajari. Terbiasa dengan menutup telinga dan menangis sendirian di dalam kamar.
Sampai sekarang usianya menginjak angka 30 tahun, dia masih mengingat orang tua kami dulu yang saling membenci.  Walau tidak ada perceraian di antara mereka. Hingga sekarang masih bersama, tapi satu hal yang tidak pernah mereka tahu. Kak Flo tidak pernah melupakan masa itu. Masa kelam yang dia pernah di tunjuk dengan pisau di depan mata. Meja pernah di banting hampir ke tubuhnya karena amarah ayah. Malam-malam yang seharusnya tidur nyenyak, tapi harus berlari keluar rumah karena semua barang hancur di banting ibu dan ayah. Kak Flo menangis. Tapi ayah dan ibu tidak peduli. Mereka sibuk saling membentak satu sama lain. Tetangga juga tidak berani ikut campur urusan keluarga. Akhirnya kak Flo menangis sendiri.

Saat jam pulang sekolah kak Flo pelan-pelan pulang kerumah berharap tidak ada kekacauan, tapi hari itu ibu memberikan cabai kemulutnya. Melampiaskan kemarahan karena baru saja bertengkar dengan ayah. Padahal dia hanya  anak kecil yang merengek kelaparan ingin makan nasi, tapi kak Flo kecil tidak mengerti bahwa kondisi ibu sedang tidak baik. Karena ayah yang di fitnah selingkuh dengan wanita lain. Kak Flo menangis terus menjerit kepedasan. Dengan iba ibu membersihkan mulutnya, tapi setelah itu ibu pergi ke kamar menangis. Kak Flo terus menangis menahan pedas yang masih terasa. Dia menghadapi itu sendirian lagi. Menangis sendirian lagi. Di kamar lagi.
Ketika lagi makan bersama. Kak Flo kecil tidak mengerti apa yang ayah dan ibu bincangkan, tiba-tiba ayah marah dan menarik taplak meja sehingga membuat semua makanan jatuh ke lantai. Kak Flo kecil menangis takut melihat semua itu. Tapi ibu berlari mengurung diri di kamar, dan ayah keluar rumah dengan motornya. Kak Flo menangis lagi. Tidak ada yang menghiburnya.  sendirian lagi. Tidak mengerti lagi. Mengurung diri di kamar lagi. Sampai rasa takut terus datang. Dia hanya akan keluar kamar jika di perlukan. Untuk ukuran anak di bawah umur 10 tahun. Kak Flo tumbuh dengan rasa takut dan sakit yang terus tertanam.

Aku menangis membayangi dia bertahan. Serangan psikologis yang diterimanya membuat aku mendengar ceritanya juga terluka. Aku protes dalam diam. Masa kecil itu harusnya di isi dengan cerita manjanya bersama ayah dan ibu. Kenangan yang di penuhi kasih sayang dari ibu. Merasakan hangatnya penjagaan dari seorang ayah. Perhatian yang terbentuk hasil dari buah cinta mereka. Harusnya dia di ajarkan caranya mengerjakan tugas. Di antar jemput sekolah. Di peluk hangat saat menangis karena ketakutan. Dan 10 tahun dari masa kecilnya. Hanya Luka-luka itu yang diingatannya. Rasa sakit itu masih terus membekas.

Walau pada akhirnya itu semua hanya lah emosi sesaat kedua orangtua ku saja, karena menurut mereka bahwa mereka masih labil, dan  belum punya banyak bekal untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Tapi mereka tidak sadar bahwa luka itu mempengaruhi masa depan anaknya. Sesaat setelah aku lahir, ibu dan ayah menjadi dewasa tidak ada lagi kata labil di rumah tangga mereka, tidak ada lagi pernikahan muda bagi mereka, belajar dari kesalahan yang lalu membuat mereka membesarkan aku dengan penuh cinta.
Tidak jarang ibu bertanya pada kak Flo kenapa tidak pernah membawa teman laki-laki kerumah?”dan berbagai alasanpun di utarakannya. Perih rasanya ketika banyak yang bertanya padanya "Kapan akan menikah?  Kapan akan ngundang? pertanyaan yang selalu membuat dia menghindar dari acara keluarga besar.

***

Hari itu aku pulang kuliah. setelah mengucapkan salam aku berjalan menuju kamar. Ketika ku buka pintu kamar ku lihat ada ibu disana, ku hampiri untuk mencium tangannya, tapi ada yang berbeda di sana. Terlihat mata ibu sembab seperti habis menangis, hidung dan wajahnya merah, begitu terlihat kusutnya dia hari itu.

”Ada apa bu?tanyaku. Ibu pun memberikan buku berwarna biru muda padaku. Tidak tahu buku apa itu, buku tebal dengan tinta hitam di dalamnya. Kuraih buku itu dengan rasa penasaran. Kubuka lembar pertama, terlihat gambar seorang perempuan kecil yang sedang ditunjuk-tunjuk dengan pisau. Lembar kedua gambar perempuan kecil yang ketakutan, bersembunyi dibawah kasur, karena pertengkaran kedua orang tua yang saling membanting isi rumah. Lembar ketiga gambar perempuan kecil yang menangis sendiri di kamar, sambil memeluk kedua kaki nya. Ada banyak gambar perempuan kecil yang tersakiti di sana, dan di lembar-lembar terakhir bertuliskan :
"Kenapa aku harus merasakan kekejaman itu semua?. Dibesarkan dengan hari-hari yang menakutkan. Setiap hari bertanya pada bayangan sendiri, hal apa lagi yang akan terjadi selanjutnya?. Aku tidak ingin membangun rumah tangga, karena hanya akan saling menyakiti, dan tidak ada yang boleh merasakan betapa menyeramkannya menjadi anak pertama. Kehidupan keras orang tua saling membenci satu sama lain, seakan menjadi bahan percobaan mereka, bereksperimen membentuk keluarga yang isinya hanya keegoisan semata'.

Bisa ku sadari buku biru muda itu adalah milik kak Flo. Dia menggambarkan masa kecilnya di sana, dan kini ibu yang duduk di sampingku sedang menangis terisak. Ku peluk erat ibu. Sambil menangis dia berkata lirih "Kenapa harus luka itu yang dia ingat? Bukankah banyak kisah bahagia yang kita lalui juga?" Tanya ibu pada ku seolah meminta pembelaan. Tapi bagiku ini lah saat yang tepat untuk ku membantu kak Flo.

”Karena  bagi kak Flo itu sangat menyakitkan bu. Kita harus membawa kak Flo ke psikiater. Dia harus segera disembuhkan"  ucapku pada ibu yang terlihat semakin terluka dengan jawabanku. Kupandu ibu untuk duduk di kasur, tapi dia malah berdiri dan berlalu pergi sendiri menuju kamarnya. Sambil menangis mengingat kejadian dulu di 10 tahun awal pernikahannya.

Ibu mengurung diri di kamar dan belum keluar dari sana, melihat ibu yang sangat tercabik begitu diam-diam aku juga menangis di kamar. Membayangkan ibu yang sedang memukuli dirinya, mungkin sedang mengutuk masa lalunya, atau juga sedang mencaci pada bayangannya. Malam yang hening ada banyak doa yang ku utarakan.

Pagi harinya kulangkahkan kaki pergi kekampus. Harapan demi harapan kubangun di sana. Hari yang sudah menunggu untuk ku isi terbentang indah. Dengan penuh bahagia aku bercanda pada matahari, bahwa kami akan segera berdamai dengan kenangan hitam dan tangisan. sambil mengingat semalam sebelum aku tidur ibu bicara berdua denganku. Mengatakan bahwa besok pagi dia akan menemani kak Flo ke psikiater, untuk menghilangkan teraumanya di masa lalu.

Sangat bahagia aku pagi itu, kulantunkan senandung lagu lembut bermainkan nada yang indah, dengan berbagai bahasa kupajangkan nadanya agar semua orang tahu. 'Ya dia kak Floku, setelah ayah dan ibu, kak Flo yang selalu ada untukku. Cuma dia yang tahu saat sekelilingku tak ada yang mampu membaca tangisku. Dia membimbingku ketika kecerobohanku tak bisa terelakkan. Ya dia kak Floku, yang selalu memikirkan orang lain, hanya tahu cara membahagiakan orang lain tapi tidak tahu cara membahagiakan diri sendiri. Ya dia kak Floku yang bersahabat dengan ketakutan tapi sebentar lagi akan segera tergantikan oleh hangatnya matahari.'

***

Hari terus berganti, ratusan sinar bulan melewati bumi, benih-benih baru, kini telah mekar berbunga menghiasi taman yang ada di dalam mimpi. Terdengar dari luar semua orang sibuk dengan tugasnya. Tidak hanya sanak saudara dari keluarga ayah dan ibu saja, bahkan tetangga sekitar rumah pun ikut membantu menyiapkan hari ini. Berbagai santapan di dapur sudah siap untuk di hidangkan. Denah rumah pun sudah di pajang di persimpangan jalan untuk mempermudah mereka yang akan datang. Kedua orang tua ku sedang dirias untuk mengisi detik-detik sejarah bagi dua insan yang dipertemukan olehNya. Tiba-tiba dari samping terdengar suara yang sangat ku kenal.

"Dik.. Hari ni kamu cantik sekali" ucap kak Flo sambil tersenyum. Melihat aku yang tak biasa dirias. Mungkin juga karena dia tahu betapa gugupnya aku, karena sebentar lagi akad nikahku akan segera terlaksana. Ada rasa sedih di relung hati ini, masih kuingat percakapanku dengan kak Flo satu bulan yang lalu sebelum Yunus melamarku ke rumah. Aku bertanya padanya bagaimana jika aku menikah di usia 25 tahun ini. Sebelumnya sudah kujelaskan karakter Yunus padanya. Dengan mencari waktu yang tepat aku memberanikan diri bertanya padanya.

Hening menanggapi. Suara detik jam terdengar jelas di telinga ini. Suasana sepi yang hadir seolah kami tinggal di kota yang tidak berpenghuni. Sedangkan aku mematung disampingnya. Lama kak Flo tidak memberikan jawaban padaku, mungkin dia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan ini iatau mungkin dia tidak ingin menjawab pertanyaanku. Pertanyaan yang tidak pernah ingin dia bahas.

"Jika Ida sudah siap. Kakak mendukung" jawabnya memecahkan suasana dingin antara aku dan dia saat itu. Seperti biasa kak Flo selalu memberikan jawaban yang aku inginkan. Memilah kata agar aku tidak pernah terluka oleh ucapannya.
Teringat jelas di ingatanku, 5 tahun lalu ketika ibu bilang akan membawa kak Flo ke psikiater untuk menghilangkan rasa traumanya. Keesokan harinya mereka memang benar pergi. Sudah terjadwalkan kak Flo setiap selasa dan kamis melakukan pengobatan dan terapi. Aku dan ibu bergantian menemani kak Flo, hari kamis  jadwalku kosong sehingga setiap kamis dia bersamaku untuk menemui Dr. Sarah di tempat psikiater. Tapi 5 tahun sudah, kenapa tidak ada perubahan, dan kak Flo seperti biasa tidak tertarik dengan pernikahan. Kutanyakan itu pada Dr.Sarah.

"tidak mudah. Karena dari dalam dirinya sendiri tidak ingin mengubah itu. Dia tidak tertarik dengan cerita-cerita bahagia rumah tangga, dia menganggap itu semua palsu dan yang nyata hanyalah masa lalunya. Masa lalu yang dia rasakan sendiri bagaimana sakitnya, perihnya, dan terlukanya dia. Kita harus tetap berusaha lagi. Untuk selanjutnya kita akan menunjukkan padanya bahwa tidak semua anak pertama itu disiksa, tapi ada banyak anak pertama yang bersyukur karena terlahir sebagai yang pertama" jawab Dr. Sarah padaku.

Selama 5 tahun menemani kak Flo ke psikiater, ada banyak hal yang aku temui di sana. Awalnya aku bertemu dengan seorang wanita yang secara medis baik-baik saja, tidak ada cacat sedikitpun. Tapi nyatanya dia tidak bisa berjalan, ternyata bukan fisiknya yang sakit tapi psikologinya. Setelah dicari tahu karena dia membenci orang tuanya yang protektif  padanya. Semua kehidupannya diatur, mulai dari urusan pribadi hingga pertemanan juga diatur. Menjadi gadis pendiam dan tidak pernah memberi tahu apa keinginannya adalah pilihan yang dia pilih. Sehingga tidak ingin pergi ke dunia luar dani rumah adalah tempat terbaik menurutnya, dari pada di luar tapi tidak di beri kepercayaan. Itu lah yang membuat dia tidak bisa berjalan dan lumpuh
Ada lagi seorang lainnya memiliki penyakit suka mencuri barang milik temannya. Padahal dia tergolong orang kaya. Semua kebutuhan akan di penuhi oleh kedua orang tuanya tanpa terkecuali. Tapi di kamarnya penuh dengan barang milik barang orang lain. Barang-barang itu hanya menjadi pajangan seolah piala prestasi yang ia dapatkan. Ternyata psikologinya bermasalah. Setelah di cari tahu. Dia memiliki saudara kembar yang penyakitan. Tentu orang tuanya lebih memperhatikan adiknya dari pada dia. Tapi hal itu lah yang  membuat dia ingin mencuri kebahagiaan orang lain, dengan cara memiliki barang kesukaan mereka. Dengan begitu dia merasa sudah memiliki kebahagiaan yang di rasakan orang lain juga.

Ironis juga saat kudengar Dr.Sarah pernah memiliki pasien yang tertidur selama 6 tahun tubuhnya menolak bangun. Berawal dari musibah yang menimpa dia dengan saudaranya yang merupakan keluarga satu-satunya yang dia miliki. Saat itu dia melihat kakaknya dibunuh di depan mata. Sehingga dia pingsan dan menolak bangun karena takut akan menerima kenyataan, bahwa dia akan menjalani hidup sendirian didunia ini.

Dan terakhir sebelum aku sibuk mengurusi pernikahanku, ku dapati berita bahwa pasien baru Dr. Sarah adalah seorang anak laki-laki berumur 17 tahun. Anak itu menjadi seorang psikopat yang telah melukai banyak orang disekitarnya. Dan ketika di introgasi polisi kenapa dia melakukannya? Dia jawab hanya untuk kesenangan semata. Belum diketahui penyebabnya apa tapi dari penjelasan Dr. Sarah kemungkinan besar dari apa yang dia lihat dulu sewaktu kecil, atau bisa jadi dari kenyataan yang pernah di alaminya.
Aku dan ibu pernah berkonsultasi dengan Dr. Sarah tentang dahsyatnya penyakit psikologi. Masih terngiang jawaban Dr. Sarah waktu itu "Penyakit psikologi sungguh lebih mematikan dari pada penyakit fisik yang terlihat. Penyakit fisik mungkin bisa diobati dengan berbagai macam cara. Mereka minum obat lalu istirahat beberapa hari, atau operasi bila emergency. Orang-orang bisa dengan gampang mendatangi rumah sakit yang memiliki peralatan lengkap. Jika tidak terlihat secara kasat mata bisa juga dilihat dengan menggunakan ronsen, untuk melihat penyakit apa yang ada di dalam tubuh manusia.

Tapi jika yang sakit adalah psikologinya, psikiater hanyalah media saja untuk bisa membuat mereka sembuh tapi prosesnya sungguh di luar logika. Sakit mereka tidak terlihat di mata. Tidak dapat di tebak apa yang mereka pendam, yang mereka tahu hanya kenyataan yang dialami. Yang mereka ingat adalah luka yang mereka biarkan menganga bertahun-tahun. Tanpa di sadari luka itu jadi bumerang untuk mereka dan orang-orang yang mencintai mereka. Tidak ada alat bagaimana bisa melihat luka itu, tidak ada resep nyata untuk bisa membuat luka itu berkurang. Kadang jika luka itu kembali di bicarakan kekhawatiran yang datang, karena takut akan menjadi pupuk dan air untuk ia berkembang lagi".

Mendengar itu ibu mengeluh padaku dan Dr. Sarah "Andai dulu ibu dan ayah tidak seperti itu. Mungkin Flo sekarang tidak akan dikucilkan karena anggapan orang perawan tua. Tidak juga digosipkan karena dianggap menyukai sesama jenis. Mungkin sekarang sudah memiliki anak dan merasakan indahnya cinta yang fitrah. Tidak akan ada gudang luka yang dia simpan dan dia bawa kemana-mana. Andai waktu dapat ibu ulang. Ida... Andai waktu dapat ibu ulang. Akan ibu perbaiki semuanya. Tidak akan ibu sia-siakan Flo yang kecil dulu. Ibu janji jika waktu dapat diulang ibu tidak akan mementingkan egois ibu, dan tidak akan mudah emosi pada Flo yang lugu itu. Ibu janji sambil menangis ibu mengatakan itu pada kami. Tak tahan aku juga menangis mendengarnya. Ibu terus memikirkan kak Flo yang tak kunjung juga berubah. Ibu sangat menyesali semuanya. Berulang kali dia minta maaf pada kak Flo dan kata-kata itu sering diulangnya ketika menangis sendiri.

Melihat aku dan ibu menangis bersama di ruangannya, Dr. Sarah mencoba menenangi. Dengan menggenggam tanganku dan tangan ibu Dr. Sarah menyadari kami agar tidak berlarut lagi "Semua yang terjadi tidak dapat kita ubah. Seberapa besarpun penyesalan kita bahkan nyawapun taruhannya, tak akan pernah bisa kita kembali pada 1 detik yang sudah kita lewati. Masa lalu adalah yang paling jauh dari hidup kita. Bagaimanapun kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Orang bijak juga berpesan waktu seperti sungai, kita tidak bisa menyentuh air yang sama untuk kedua kalinya, karena air yang telah mengalir akan terus berlalu dan tidak akan pernah kembali.

Ya untuk semua yang sudah kita lewati, jadikan pembelajaran yang indah, Sudah lah yang lalu biarlah berlalu jadikan ia harta berharga yang terus kita jaga untuk hari ini dan esok agar lebih baik. Sadarlah! Pintu hari kemarin sudah tertutup. Hari esok  belum tentu terbuka. Maka dari itu maafkan lah hari kemarin dan lepaskanlah ketakutan akan hari esok, karena kita dapat mengerjakan banyak hal untuk hari ini. Hiduplah untuk hari ini. Jangan biarkan masa lalu mengekang kita atau masa depan membuat bingung. Lakukanlah yang terbaik untuk hari ini. Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati, dengan ketulusan cinta yang tidak akan kita sesali. Redamkan setiap amarah kita hari ini. Pahamkan mereka yang tidak mengerti hari ini. Luruskan setiap permasalah hari ini. Sebisa mungkin sekeras yang kita bisa jangan goreskan luka pada orang-orang yang kita temui hari ini. Agar kisah yang kita temui di sini tidak pernah terjadi lagi .
Ku dengar kata-kata Dr. Sarah cukup meredakan luka di hati ibu. Sambil menghapus air matanya yang sesekali masih mengalir ibu tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Kami memutuskan untuk pulang ke rumah. Saat perjalanan pulang kami terhenti karena hujan. Sambil menunggu busway aku dan ibu berteduh di halte. Seperti biasa tanganku menyentuh air hujan itu, menadah ke langit. Membiarkan jari-jariku basah, sambil menghirup udara yang bercampur hujan. Teringat pertanyaan kak Flo dulu.

"Kalau setiap tetes air hujan yang berhasil kita tadah bisa mengabulkan doa, maka doa apa yang akan Ida panjatkan?" kenangku .

Sambil memejamkan mata aku meminta pada yang Maha membolak-balikan hati manusia "Allaah... Mudahkan kami untuk berdamai dengan rasa sakit dan masa lalu. Sembuhkan mereka yang pernah terlukan oleh masa lalu. Seperti bumi yang kering dan di selamatkan oleh RahmatMu".

***


Jumat, 04 Maret 2016

Memaksa~

Memang benar kau bisa menyentuh air yang menyejukkan itu, tapi beberapa saat kemudian air itu akan segera berlari keluar dari sela-sela jarimu. Hingga kau sadar bahwa sudah memaksa takdir yang seharusnya tidak kau genggam, ia diciptakan bukan untuk disimpan di tangan. Sebesar apapun usahamu tak akan pernah bisa mengubah perintah yang sudah ditetapkan. Jika kau terus nekat maka sakit lah yang akan selalu di rasakan.
Seperti awan indah dilangit itu. Sekalipun punya sayap, kau tak akan pernah bisa menggenggamnya.

(Masuk ke bab tiga. Pelajaran hidup di tahun 2016. Wahai diri selalu ku katakan. Yang baik menurutmu belum tentu baik menurut Allaah. Yang buruk menurutmu belum tentu buruk menurut Allaah. Ketahuilah, Setelah hujan deras sore tadi ada pelangi indah yang datang. Lihatlah takdir Allaah indahkan? ^_^ )

Amperaku~

Amperaku~

Pagi tadi hujan. Ada pertanyaan nakal menggantung di kepala. Amperaku bagaimana kabarmu jika ribuan air itu menyerang?. Basah kuyup kau tetap berdiri tegar. Panas terik juga kau tetap bertahan.
Kau pernah bercerita, perihnya ketika menjadi saksi hidup yang menyakitkan. Melihat mereka terjun dari dirimu, meneriaki kehidupan yang tidak mereka terima. Lalu pergi ke alam sana, takkan pernah kembali selamanya. Kau mengeluh keras saat itu.
Tapi amperaku. Entah kau sadari atau tidak. Takdirmu begitu indah. Aku iri padamu. Kenapa? Karena kau bisa menghubungkan daratan ke daratan. Menompang mereka yang memiliki harapan. Membiarkan kaki-kaki itu melewatimu, untuk sebuah tujuan. Kau adalah pengantar cita-cita yang mulia :') seperti yang sering mereka panjatkan. Apa? Yaitu doa. ;)

(Episode hujan mengguyuri kota Palembang, dari pagi tadi sampai sore hari. Membuat aku banyak meminta padaNya. Berbisik lirih tentang mimpiku. Mimpi yang selalu ku tunda dan mimpi di tahun 2016. :')
*apa yang kau pinta saat hujan datang?)

Jumat, 26 Februari 2016

Cinta~

Ketika ku pejamkan mata. Yang terlihat hanyalah gelap. Membayangkan cerita dongeng indah, seperti yang sering ku dengar. Tapi bangunlah! Aku bukan cinderlellah, cerita indah bahagia selamanya. Cinta adalah imam untuk akhiratku. Menemui batas halal, menjemputku bertemu. Mencuri hati ayahku, untuk mengawali kisah romantis di hariku. Menunaikan akad di hadapan penghulu, merayu dengan lembut pada penciptaku. Saat itu, segala cerita akan bertemu. Sedih. Tawa. Cemburu. Kecewa. Bahagia. Terluka. Tangis. Mengerti. Membawa kontrak bahwa jalan ini akan dilewati bersama. Ini bukan kisah cinderlellah, tapi kisah aku dan cinta

Ungu~

Bagai di lautan luas yang belum pernah terjangkau oleh manusia. Ditemani ombak manja, mengaum mesra. Di bawahnya terlukis negri samudra berisi mutiara terpendam. Jika mendongak ke atas terlihat langit biru, menambah syahdunya jiwa. Awan suci menggantung. Burung-burung terbang di angkasa. Di lautan ini terdengar gemericik ikan bermain bebas. Terapung terang bayangan rembulan jika malam tiba. Damai. Indah. Gambaran warna ungu yang ku suka.

#inidiskripsikumanadiskripsimu?

*ngerti kan maksud tulisan diatas? 😅

Jilbab~

Ia menjadi alarm keras, ketika aku melakukan salah.

Menjadi rambu-rambu, saat akan mengambil keputusan.

Menambah rasa malu, jika ilmu islam tak ku genggam.

Kata orang memakainya perlu kesiapan, sebenarnya kesiapan akan datang setelah memakainya.

Ibu bilang jilbab bisa mewarnai mereka, ya benar. Mereka sangat  menghargaiku terutama kaum adam.

Kata teman-teman Istiqomah dengannya butuh perjuangan, tidak jika ia sudah menjadi kebutuhan.

(Flomairo Jannah)

Kamis, 04 Februari 2016

~menulis..

Matahari perlahan-lahan mulai pergi dari kota ampera itu. Tanda-tanda gelapnya malam akan mulai mewarnai timur dari kawasan peta dunia. Burung-burung terbang kesarangnya mencari perlindungan karena insting yang peka. Petang kali ini sedikit berbeda dari petang sebelumnya. Menyapu hangatnya matahari mempersilakan bulan menemani. Angin senja terhirup heran, melihat debu yang ikut terbang memaksa diri.
*
Dibalik jendela rumah itu, ada yang kecewa. Menyesali masa lalu. Kenapa? Pertemuan kelas pertama sastranya. Sungguh haru, ikut senang, tapi kecewa juga tak bisa dipungkiri.

'Aku tahu dia mengenal dunia menulis dari aku yang dulu publikasi di sosial media' batinnya sebal.

'Tapi aku tahu karena karyaku yang di jiplak, sampai nama penaku dihapus jadi nama orang, itulah yang membuat aku terluka dan berhenti menulis' batinnya kecewa.

'Sampai awal tahun lalu aku jatuh cinta lagi pada jemari menulis, Tuhan mempertemukan aku dengan mereka semua yang berkarya dengan menulis, perlahan tapi pasti bait perbait aku menulis di kertas putih, di layar putih, saat sendiri, saat ramai sekali, saat malam sepi sunyi, saat fajar datang menghampiri, atau matahari menampakan diri, ketika ada pengalaman yg menarik sekali, ada suara jangkrik pertanda tak ada yang kulalui, ada di dalam mimpi, apa lagi didunia nyataku ini, aku menulis. Ya! Tak bisa ku abaikan lagi aku kagum, suka, dan cinta pada dunia menulis' batinnya sumringah.

' hari ini aku yang siap belajar di kelas sastra, melihat guruku yang pertama yaitu dia! Ya dia yang dulu suka menulis karena membaca karyaku, dia temanku yang terus berkarya dan aku tenggelam karena kecewa, dia yang sudah sangat handal menulis tapi sekarang aku yang belajar dari awal lagi' Batinnya kali ini sedih.
Mulai dia cari inspirasi dan menulis lagi. (Flomairo Jannah)

Selasa, 02 Februari 2016

~ayah..

Tubuhnya lemas berbaring diatas keramik putih, tangan di atas kepala mata memejam kedalam, tak hiraukan bunyi perut yang sedari tadi menjerit untuk diisi, berbaring dari sana kesini terkesan lelah , dan kecewa seperti itulah yang terlihat saat ini, tak lama dari itu terdengar melodi hp nya berbunyi, pertanda sms yang harus segera dibuka dan dibaca, tapi perasaan enggan lebih besar dari keinginan untuk bergerak mengambil handponenya, kali ini ima mengingat apa yang terjadi  pada pukul 19.30 tadi, sambil tangannya memegang perut yang terasa pedih karena lapar yang bergerumuh hebatnya, kembali rasa manjanya menggelantungi, dan pada akhirnya dia menjatuhkan pilihan diam ditempat dari pada membaca pesan yang datang sedari tadi.

Potret kejadian pukul 19.30 tadi masih terngiang jelas di kepala ima, kejadian itu tidak lah manis semanis coklat panas yang baru dibumbui, tangannya mulai menyeka air yang berhasil jatuh dari kedua lensa matanya, bagaimana jika kau sedang berjuang untuk mencapai sesuatu dan mereka yang tidak faham memarahimu?. hatinya sesak, sesak sekali karena sakit itu lebih perih dari perut yang saat ini terasa pedih.

Perjalanan lumayan jauh dari kampusnya UIN ke plaju terus di laluinya demi sebuah ilmu yang sangat ingin dimiliki. 'Penghafal Qur'an' ya siapa yang tidak ingin? Dengan maksud belajar ilmu tahsin dia rela pergi melangkahkan kaki bersama teman-temannya ke sana. Belajar dari setelah sholat ashar sampai pukul 17.30 baru selesai. Segera dia  berlari-lari kecil berharap tidak magrib dijalan agar pulang cepat kerumah. Pasalnya memang perjalanan dari plaju kerumahnya lumayan jauh ditambah dia dan teman-temannya naik mobil bus untuk sampai ke rumah sendiri-sendiri.Tapi apa mau dikata? Pil sabarlah yang harus di telannya, karena ternyata macet panjang membuat dia harus pukul 19.30 baru sampai di rumah, pertengahan jalan pulang tadi Ima dan temannya stop dulu untuk berteduh di masjid melaksanakan sholat magrib yang sedari tadi memanggil yaitu suara muadzin.

Tiik..tiik..tiik suara jemari tangan ima terdengar lirih, pukul 17.00 tadi sebelum hp nya benar-benar habis batrai ima langsung mengabari keluarganya, memberikan pesan karena dia akan pulang terlambat dengan alasan masih belajar tahsin di plaju, setelah dikirimnya beberapa menit kemudian layar hp ima langsung hitam pertanda mati karena habis batrai.

"Apakah dengan belajar itu kau mendapatkan berlian? Tidak mengertikah kalau hari sudah malam?" teriak ayahnya ketika ima baru saja sampai dirumah, ima mencoba menjelasan kronologi yang terjadi sesungguhnya pada ayahnya berharap sedikit saja amarah ayahnya bisa padam, tapi percuma saja karena semakin dia menjawab ayahnya semakin menjadi-jadi marahnya, sampai mata ima merah menahan tangis yang siap terjun di pipi, diam seribu bahasa menjadi pilihannya yang terakhir.

Sampai amarah itu selesai ima beranjak ke kamar mandi untuk segera mandi, perlahan air matanya jatuh bukan karena omelan ayahnya tapi karena nada keras yang keluar dari ayahnya memaksa air matanya keluar tak tahan karena keterkejutan dan segakan berkolaborasi menyerbu dirinya. Adzan isya' berkumandang segera ia sholat menunaikan kewajiban, setelah itu ia baringkan badannya diatas keramik putih dikamar, mengingat wajah ayah yang merah padam karena marah dan suara ayah yang keras menyertainya pukul 19.30 tadi.
Kali ini pedih perut dan pedih hati menyertainya, dan terdengar melodi hp sms berbunyi berbeda menjadi melodi telfon, lalu segera diangkatnya

"assalaamu'alaikum ukh? Anty sudah sampai dirumah?" tanya puji salah satu temannya yang ikut belajar tahsin tadi dari suara sebrang sana

"Wa'alaikumussalam iya ukh sudah sampai dari tadi" jawabku lemas

"alhamdulillaah aku resah. Karena anty tidak membalas pesan-pesanku dari tadi. Yasudah kututup ya. Assalaamu'alaikum" tutupnya disebrang sana.

Sampai pukul 22 malam aku masih mengurung diri di dalam kamar, sambil menghibur diri sendiri mengambil beberapa impian yang berserakan dilantai, menyusun kembali puzle yang berceceran dimana-mana, meski sulit dan susah ima terus mencarinya sampai terkumpul lengkap hingga nanti waktu akan berbicara pada Tuhan bahwa waktunya dihabiskan untuk hal yang bermanfaat, untuk meraih impian menjadi penghafal al-qur'an, impian semua anak untuk memberikan mahkota pada kedua orangtuanya di akhirat kelak.

Tok..tokk..tok..
"Ima kamu sudah makan nak?" suara ibu memanggilku dari dalam kamar..
"Belum ma.. Ima akan makan sekarang.." jawab ku dari kamar karena  tidak bisa lagi lapar ini di negosiasi.
lma makan dengan lahap, ibu mengahampirimya "ibu lagi tidur tadi tapi ayah membangunkan ibu.. Menyuruh ibu untuk bertanya padamu sudah makan malam belum.. Karena kamu sii dari tadi mengurung diri di kamar.." ucap ibu menemani ima makan malam,  sesaat ima diam lalu senyumnya mengembang  diam-diam dipandanginya wajah ayah yang sedang menonton televisi di ruang tamu.

Sabtu, 30 Januari 2016

~Nadin

Yang terlihat sekarang adalah bayang-bayang seseorang yang tidak jelas dimata, tertutup embun yang sebentar lagi akan jatuh kebawah, air itu akan segera terjun dari kedua lensa mata, membuat pipinya yang merah basah karena sebuah keputusan barusan didengarnya, 'tak bisakah kita bicarakan lagi?.." pinta nadin setengah memohon karena tak percaya dengan apa yang barusan terjadi.

Tapi Zaid terus saja berlalu meninggalkan wanita yang bersama dengannya selama 1 tahun ini. Nadin memang sudah lihat perubahan zaid selama 1 bulan terakhir, tidak pernah lagi menelfon, sms jarang, tidak pernah mengajak jalan, kalau diajak jalan selalu banyak alasan, dan yang paling menyakitkan sifat Zaid berubah cuek padanya.

"Maafkan aku.. Tapi seperti yang sudah ku jelaskan jalan kita ini salah, memang aku yang lebih dulu menawarkan cinta padamu, maafkan aku mengajakmu pada hubungan terlarang ini, aku sadar hubungan ini tidaklah halal, cinta ini belum saatnya tumbuh, aku takut padaNya, sungguh hubungan kita terus menghantuiku, aku ingin hijrah.. Seutuhnya hijrah.. Aku ingin kita menyudahi semuanya, ku mohon doa kan aku agar istiqomah. Harus kuakui aku menyayangimu Nadin.. Tapi cara sayangku ini malah akan menjerumuskan kita ke api Nya, sudah lama aku memikirkan ini dan terakhir rasa gelisaku terus menyerang dan aku tersadar artinya harus segera ku sudahi tali ikatan ini, tali yang akan membuat kau dan aku sengsara di akhirat nanti.. Ku harap kau juga mau hijrah.. Ini jalan yang terbaik untuk kita, kita harus sama-sama melepaskan, biar takdirnya nanti yang mempertemukan lagi jika memang sudah suratan, jika tidak maka yakini itulah yang terbaik untuk kita berdua.." kata-kata Zaid teringat jelas di ingatan Nadin.

"Allaah.. Aku juga ingin hijrah.. Juga mau menjadi baik tanpa harus terus bermaksiat, bantu aku untuk berubah.." sesak dadanya sambil tertatih meminta pada yang Maha Pemilik Cinta..
(Flomairo Jannah)

Rabu, 27 Januari 2016

~wisudah

Angin sepoy-sepoy menerbangkan jilbab pink nya kearah kiri menyelami kicauan kami sore ini, menambah rasa nyaman yang menerangi, membuat diri ini tak ingin segera berlalu dari tempat kami duduk saat ini, begitu banyak cerita yang keluar dari mulut ini menghampiri telinga yang berbalut jilbab abu-abu yang aku kenakan, sedetik kemudian matanya berubah menjadi layu "susah sekali ukh.." katanya sambil menampakkan wajah sendu yang membuat aku makin penasaran ingin membuka tabir seraya menunggu kelanjutan cerita yang ingin dituangkannya pada diri ini yang kadang hanya bisa mendengarkan saja tanpa bisa mnasehatinya yang lebih faham dari aku tentang hidup ini, "sudah kuyakinkan.. Alhamdulillaah pada akhirnya setelah sekian lama perdebatan kecil kami lakukanmereka maupun menuruti mauku apa.." katanya sambil menatap langit senja yang tampak begitu indah dimata. Dia bercerita tentang susahnya untuk tetap istiqomah pada saat sedang yudisium dan wisudah, susahnya istiqomah dengan balutan syar'i yang selama ini ia pakaikan, dia yang ingin tetap menggunakan jilbab syar'i membuat keluarganya menentang karena nanti tidak terlihat 'modis' di khalayak ramai, 'sehari ini saja kurasa tidak apa-apa bila kau harus mengenakan jilbab bergaya yg tidak menutup dada' kata ibu dan ayuknya masih membujuknya agar menurut saja, "sesak sekali rasanya dadaku ukh.. Mau cara apa lagi agar mereka faham bahwa syariat itu dijalankan bukan pada saat tertentu saja tapi pada saat kapan saja, aku terus berdoa pada Allaah agar hati mereka dilembutkan, dan saat mataku mulai merah pertanda ingin menangis akhirnya mereka mengalah juga, dan akhirnya mereka menurut dengan permintaanku berdandan ala kadarnya saja dan berjilbab tetap syar'i, agar hari  yudisium dan wisudaku keberkahannya kuraih dan keridhoanNya kunanti, kau harus fahamkan keluargamu dr skarang ukh.." nasehatnya padaku sambil kuingat saat wisudanya aku tak bisa menemani karena aku yang masih KKN diluar kota, sambil meminta maaf dia membalasku dengan godaan "tak apa ukh.. Karena ukhuwah kita lebih mesrah dari bulan yang menemani malam.." balasnya dan akupun tertawa mendengarnya sejak kapan dia jadi puitis begini? :D

Selasa, 26 Januari 2016

~memaksa

Memang benar kau bisa menyentuh air yang menyejukkan itu.. Tapi beberapa saat kemudian air itu akan segera berlari keluar dari sela-sela jarimu hingga kau tersadar bahwa kau sudah memaksakan takdir yang seharusnya tidak kau genggam, ia diciptakan bukan untuk disimpan ditangan.. Sebesar apapun usahamu tak akan pernah bisa mengubah perintah yang sudah ditetapkan.. Jika kau terus nekad maka sakit lah yang akan selalu kau rasakan..
*
*
*
Pernahkah kau memaksakan sesuatu? Aku pernah, sebut saja namaku fina mahasiswa yg masih aktif kuliah, usia yang masih labil dan keadaan yang ikut-ikutan menghantarkanku pada penyesalan sampai sekarang. Saat itu entahlah semua orang sibuk ingin memancungkan hidungnya. Sampailah pada genk kami yang tak mau kalah eksisnya, karena diantara mereka akulah yang paling blagu saat itu memutuskan untuk oprasi plastik pada hidungku, temanku antusias mendengarnya berita itu tersebar kemana-mana secara cepat kilat sampai malu sekali jika operasi itu tidak kulakukan karena semua orang disekelilingku menunggu hasilnya, kedua orangtua ku tidak tahu itu semua sampai kutemui dokter yang 'katanya' mengerti masalah operasi plastik pada wajah dengan uang yang cukup kulakukan operasi itu, dokter itu sering sekali menyuntikkan sesuatu ke wajahku sampai sekitar tiga hari yang katanya akan memancung sendiri tapi hidungku malah terlihat bonyok dan koreng disekitar wajahku. Kutemui dokter itu meminta pertanggung jawaban, memang akhirnya dia bertanggung jawab tapi percuma saja wajahku tak bisa semulus yang dulu, kini bonyok dan bekas korengnya masih ada. Kata dokternya butuh beberapa kali operasi dan butuh waktu lama untuk bisa mengadakan operasi lagi. Kini hanya tinggal malu dan sesal yang terus kurasakan. (Kisah nyata orang lain namanya disamarkan). "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (Qs.31:12)

Senin, 25 Januari 2016

~Seikhlas Tanah

'Bahkan hujan saja tak sudi datang padahal jelas langit mulai menghitam pekat.. Pertanda mendung bersarang mempersilakan rintian air untuk datang menyerang.. Namun ada ap dengan hari ini? Seolah semua tak bersahabat mengerti apa yang aku keluhkan pada tanah yang kupijakkan didepan mata.. Kenapa kau tak pernah protes? Skali saja kau harus mengungkapkan kalau kau sakit diinjak-injak oleh kaki manusia, dimanfaatkan oleh makhluk yang ada dibumi oleh hewan dan bahkan tumbuhan yang terus berkembang. Kenapa kau diam saja membiarkan dirimu digali lalu dimasukan lagi untuk kehidupan tanaman yang kata mereka menambah oksigen, kenapa kau selalu terlihat bijaksana dan tegar saat kau tak pernah menerima pujian dan terimakasih oleh mereka yang setiap hari hidupnya bisa dilalui karena kehadiranmu' protes flo pada tanah didepan rumahnya mewakili perasaannya yang kecewa pada teman-temannya karena kesalah pahaman yg terjadi, ayuknya Lia hanya senyum cikikan saja melihat adiknya yang sudah seperti orang gila didepan rumah.
Tap..tap.. Suara langkah kaki ayuknya datang 'karena tanah ingin mencuri perhatian RabbNya, ia meletakkan kata ikhlas didepan setiap hari yg dilaluinya bahkan ketika ia disakiti dan diinjak oleh semua manusia, karena tanah juga bahagia ketika keikhlasannya membuahkan kebahagiaan bagi semua makhlukNya mereka berkembang dan tumbuh hidup senang dan tanah diam-diam bersyukur karena bisa bermanfaat bagi yang lainnya, tanpa ia sadari RabbNya ikut tersenyum melihat tingkah tanah yang tidak penah makhlukNya ucapkan terimakasih tapi dia terus saja memberi dan memberi.."
DHEG!
Jawaban ayuknnya serasa memukul Flo yang lupa bahwa ikhlas harusnya selalu digandengkan dengan semua aktifitas yang dia lakukan setia hari..

Minggu, 24 Januari 2016

~apa artinya kebebasan jika aku terus merindukanmu??..

Dibentangnya sejadah lalu sholat di sepertiga malam, berharap tahajudnya kali ini bisa melepas rindu dihatinya, pada super hero yang terkadang menjadi teman bertengkar paling asik baginya. zalfa dan ayuknya ika hanya tinggal berdua, ayah dan ibu mereka sudah meninggal sejak dulu ketika zalfa umur 5 tahun dan ayuknya berumur 12 tahun, mereka tinggal dengan paman dan bibi saudara dari pihak ayah, tapi karena kehidupan yang 'numpang' membuat mereka tidak betah sampai ayuknya memiliki pekerjaan paruh waktu saat SMA lalu mereka pindah ngekos sendiri. Sebelum tidur kebiasaan mereka adalah bercerita dulu saling mendeskripsikan apa saja yang mereka lakukan seharian ini sampai akhirnya capek sendiri dan merekapun terlelap tidur dikamar yang sama. Dulu saat zalfa tak bisa mengerjakan sesuatu ayuknya datang menyelesaikan pekerjaan itu, saat zalfa menangis merindukan ayah dan ibunya ayuknya hadir menjelma sebagai ayah sekaligus ibu baginya, saat zalfa kekurangan uang biaya sekolah entah dari mana ayuknya akan segera melunasi itu semua, 'my sister my hero' itu lah yang slalu zalfa katakn pada teman-temannya. Sampai jodoh ayuknya mengetuk pintu rumah mereka, hingga pernikahan itu berlangsung dengan syahdu. Zalfapun memilih tinggal diasrama saat masuk kuliah, alibi tak ingin merepotkan ayuknya yg sdah berumah tangga, alasan sesungguhnya karena ia memimpikan kehidupan tenang dan mandiri tanpa ayuknya yang cerewet setiap harinya. 1 minggu biasa saja, 2 minggu berlalu begitu saja, sampai 3 minggu Zalfa menangis tersedu dikeheningan malamnya, sampai dia sadar "apa arti kebebasan jika aku terus merindukanmu? Ayuk ikaku.." panggilnya lirih pada ayuk yang slama ini menemaninya.. 'Sudah 3 minggu tapi aku masih belum terbiasa tanpamu.. Disini tak ada yang cerewet sepertimu, tak ada yang perhatian sepertimu, dan tak ada yang selembut dirimu.. Ayuk ika apa kabarmu?' bayangan super heronya melayang kesudut ruang kamarnya. Sambil mengingat hadist nabi "Allah turun ke langit dunia setiap malam pada 1/3 malam terakhir. Allah lalu berfirman, Siapa yang berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan! Siapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku beri! Siapa yang meminta ampun kepadakepada- Ku tentu Aku ampuni" (HR. Bukhari). 'Allaah sampaikan rinduku padanya..' doa zalfa menggema dihatinya..

Sabtu, 23 Januari 2016

~apii

"Ini sayuran dan jagung dari mama.." ucap Ria pada bu Ina tetangga mereka, itu adalah kantong terakhir yang Ria bagikan pada tetangganya yang paling ujung.. Itulah kebiasaan mama Ria membagi apa saja yang dia punya, memiliki kebun yang baru sekitar 3 bulan dia kelola membuat mama Ria riang dan sibuk setiap harinya, dia lebih suka berada dikebunnya dari pada dirumah untuk bersantai ria.. Setelah panen hatinya girang tak terkira, memasak sayur dan memakan buah hasil dari kerja keras sendiri lebih terasa nikmatnya tak lupa juga mama Ria membagikannya pada tetangga sekitar rumah mereka. Lalu bagaimana respon mereka? Ada yang senang mendapat sayur dan buah, tapi tak semua ternyata begitu ada juga yang menanggapi dengan negatif, pasalnya pagi tadi entah kabar dari burung mana yang berkicau hingga sampailah ke telinga di rumah ini bahwa ada tetangganya yang mengatakan mama Ria membagi itu semua hanya untuk pelampiasan saja hanya untuk menyombongkan bahwa sudah memiliki kebun baru sekarang.. Ria jelas marah mendengarnya, 'kenapa? Tidak bisakah satu kali saja tak ada gosip yang beredar? Aku ingat dulu.." Ria meledak-ledak tapi mama  langsung mendiamkan mulutnya "begitulah hidup nak tak semua orang suka dengan kita dan tak semua juga membenci kita, yang penting Allaah maha tahu niat baik kita.. Dan juga Tak penting tanggapan mereka yang penting Allaah mencintai kita" sekak mama ria berusaha meredamkan emosi anaknya "mama masih ingatkan waktu kita membagikan bakso pada tetangga kita yang menyebarkan gosip itu? Waktu kita membagikan bakso pada tetangga-tetangga kita Dia bilang tak suka bakso tak mau menerima makanan yang kita bagikan tapi  anaknya biilang mau menerima bakso itu dan langsung dimakan, tak lama dari itu ibunya itu bilang 'coba riski ibu cicip baksomu itu..' ah.. Dasar semua orang sudah tahu jahatnya dia.." jengkel Ria masih membara-bara hingga dikeluarkannya lah ucapan maki itu, setelah mengatakan itu semua dipandangnya wajah mamanya yang menatap tajam karena marah dengan apa yang dikatakan Ria barusan. "Iya ma maaf.. Tak akan kuungkit-ungkit lagi.." nada Ria menyesal karena dari dulu mamanya slalu mengajarkan api jangan dibalas api karena akan semakin berkobar, tapi  api di balas lah dengan air maka api itu akan segera padam..

Flomairo Jannah

Jumat, 22 Januari 2016

~Jilbab syar'i

Warna hitam tidak ada.. Warna ungu tidak ada.. Warna coklat tidak ada.. Warna abu-abupun tidak ada.. Jilbab-jilbab langsungan nana yang syar'i biasa digantungnya di kamar tidak ada semua, sudah bisa ditebak.pasti dipakai teman-teman kosannya semua.. Nana hanya tersenyum senang sekaligus mencari dimana jilbab langsungannya yang tersisa satu-satunya yaitu jilbab panjang dan tebal warna pink. Baru sudah nana pulang dari kuliah dan sekarang mau menyusul teman-temannya yang sedang merujak dibawah pohon jambu menikmati suasana tamasyah kata mereka, setelah dipakaikannya jilbab pink itu langsung dia berjalan menuju taman tamasyah ala mereka bertujuh yang dari awal ngekos 1 rumah memiliki latar belakang daerah yang berbeda-beda, jurusan yang bercampuran, tapi universitas yang samalah membuat mereka menyatu di kosan itu. "Nana.. Sini.." panggil wiwin setelah jarak nana sudah hampir dekat dengan tempat rujak mereka, nanapun mempercepat langkahnya sambil diperhatikannya wiwin, lala, ati, dan septi memakai jilbab langsungan syar'i miliknya. Masih sangat jelas memorinya ketika dimasjid saat sedang menunggu isya' tiba mereka bertujuh duduk bersama diatas sejadah masjid itu, pipit membuat pernyataan yang indah kala itu "rasanya adem sekali menggunakan mukenah ini, tidak ingin dilepas lagi inginnya" dan yang lainpun menimpali hal yang sama juga, kemarin siang ketika kami sedang kumpul dikosan, tiba-tiba  wiwin yang akan kewarung bilang "nana.. Pinjam jilbab hitammu ya.." tanyanya sambil menunjukkan jilbab hitam panjang yang nana punya, nana sumringah mendengarnya, "iya silakan win.." jawab nana sambil mengangguk senang, dan yang lain pun antusias ingin menggunakan jilbab syar'i juga. Jadilah mereka berenam bergantian meminjam dan mencoba jilbab syar'i nana.. Setelah itu mereka selfi bersama.. "Aku dari dulu ingin pakai jilbab syar'i tapi rasanya belum siap terus.." proklamasi dari Lala membuat yang lain juga berkata begitu.. Hanya nana yang terlihat bingung menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan mereka seputar jilbab syar'i.. "Hidayah itu mahal.. Sekali kau ingin pakai jilbab syar'i, sekali hidayah itu datang segeralah sambut, karena tidak semua orang mau pakai jilbab syar'i, Allaah memberikan hidayah itu pada orang-orang istimewah, maka pantaskanlah diri untuk jadi orang yang memang pantas mendapat hidayah dariNya"